Rabu, 12 Januari 2011

PEMKAB DIMINTA BANTU PEMBEBASAN LAHAN BLOK CEPU

    
Bojonegoro, 11/1/2011 (Kominfo-Newsroom) Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) meminta dukungan pada Pemkab Bojonegoro untuk membantu proses pembebasan lahan Blok Cepu menyusul akan dilaksanakannya proyek kontruksi puncak produksi Lapangan Banyuurip sebesar 165 ribu barel per hari (BPH) pada kuartal pertama tahun ini.

“Kami sangat berharap pada pemerintah kabupaten untuk membantu kelancaran proses pembebasan lahan disini. Bila ini tidak segera dituntaskan akan sangat berdampak pada jadual puncak produksi yang sudah direncanakan,” kata Hamdi Zaenal perwakilan BP Migas Jatim, Papua dan Maluku (Japalu) saat melakukan pemaparan di Ruang Batik Madrim Lantai II Pemkab Bojonegoro, Selasa (11/1).

Dia mengungkapkan, masih ada sekitar 95 ha lahan yang belum terbebaskan untuk kepentingan persiapan puncak produksi Blok Cepu dari target lahan yang dibutuhkan. Mulai dari lahan untuk central processing facility (CPF), pipa, maupun infrastruktur.

“Kondisi ini sangat menghawatirkan sekali pada penetapan rencana puncak produksi,” sergahnya. Sebab, menurut Hamdi, pembebasan lahan untuk persiapan puncak produksi Blok Cepu ini berjalan lambat. Rata-rata dalam seminggu operator hanya berhasil membebaskan 2 ha.

“Karena itu semua perlu dikoordinasikan agar bisa menemukan soulusi untuk mengatasi persolaan ini. Karena sekali lagi saya meminta agar pemkab dapat membantu proses pembebasan lahan ini,” harapnya.

Sementara itu, Hidayat Yusuf, perwakilan dari BP Migas Japalu (Jatim, Papua, Maluku) yang menangani proyek Banyuurip dalam paparannya menjelaskan, bahwa ada tiga proyek kontruksi Blok Cepu yang berpusat di Kabupaten Bojonegoro. Yakni engineering procurement construction (EPC) 1, EPC 2 pipa darat sejauh 72 km dan EPC 5.

Dalam EPC 1 ini, lanjut dia, akan dibangun central processing facility (CPF). EPC 2 adalah pembangunan pipanisasi 20 inchi sepanjang 72 km, dan EPC 5 adalah proyek infrastruktur.

“Untuk proyek pipa, sebagian di sini dan sebagian di wilayah Tuban,” kata Hidayat Yusuf.

Dia menjelaskan, pada pembangunan CPF ini ada sekitar 14 ha tanah kas desa yang berada di empat desa di dua kecamatan. Yaitu Desa Gayam dan Bonorejo, Kecamatan Ngasem, serta Desa Sudu dan Ngraho, Kecamatan Kalitidu.

Rinciannya, Desa Gayam seluas 130,457 m2, Bonorejo 6,577 m2, Sudu 1,432 m2, dan Ngraho 1,345 m2.

“Proyek kontruksi puncak produksi ini akan dimulai pada kuartal pertama tahun ini yakni bulan April,” sergah Hidayat.

Untuk jalur pipa darat ini, kata dia, selain menggunakan tanah pribadi (milik masyarakat) juga memakai tanah kas desa maupun aset (tanah) milik Pemkab Bojonegoro dengan sistim disewa.

Rinciannya, total tanah kas desa seluas 8,2 ha di 18 desa di empat kecamatan. Sedangkan aset milik Pemkab seluas 1,9 ha di tujuh kelurahan (desa). “Sedangkan di kabupaten ada 25 ha di 20 desa di lima kecamatan yang dibebaskan maupun disewa,” tegasnya.

Sementara itu, Kabag Pemerintahan Pemkab Bojonegoro, Tjatur Kusnandoko menambahkan, bahwa nilai sewa bagi tanah kas desa berdasarkan peraturan desa dan keputusan kepala desa melalui musyawarah. Jangka waktu sewa tanah kas desa ini berlaku sampai 3 tahun sambil menunggu proses tukar guling. “Rata-rata disini sewanya Rp8.500/m2/tahun,” pungkasnya



Pada Awalnya kita percaya kita mengontrak emoi karena mereka profesional dan berpengalaman. tapi kalau begini jadinya bagaimana??




   

Minggu, 02 Januari 2011

PEMKAB BOJONEGORO HARUS TAHU PRODUKSI MINYAK

Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro, Jatim, Chisbullah Huda menyatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro harus tahu produksi minyak di wilayahnya, untuk memastikan kebenaran dana bagi hasil minyak yang diperoleh. "Selama ini, kita semua yang ada di daerah tidak tahu jumlah persisnya produksi minyak yang dihasilkan dari Bojonegoro," kata Chisbullah Huda, Jumat. Didampingi angota lainnya, Budi Irawanto dan Ali Mahmudi, ia menjelaskan, baik pemkab dan DPRD, tidak pernah tahu produksi minyak yang dihasilkan dari lapangan minyak Sukowati, Blok Cepu dan di lapangan Eksplorasi dan Produksi (EP) Cepu, di Cepu, Jateng. Menurut Budi Irawanto, pihaknya pernah melakukan studi banding di daerah penghasil minyak di Balikpapan, juga mengalami hal yang sama. Pemkab di daerah setempat, juga tidak pernah ikut diajak melakukan pemantauan secara langsung produksi minyak di wilayahnya. "Mereka tahunya, hanya mendapatkan bagian dana bagi hasil minyak dari perhitungan yang dilakukan BP Migas tiga bulan sekali," ucapnya, menjelaskan. Itupun, lanjutnya, besarnya perolehan, juga jumlah produksi minyak yang dihasilkan hanya berdasarkan catatan di atas kertas. Budi Irawanto dan Ali Mahmudi mengaku, DPRD pernah menanyakan langsung permasalahan itu, kepada BP Migas di Jakarta pada awal tahun 2009. Permintaannya, di sejumlah lapangan minyak di Bojonegoro, pemkab menempatkan petugas yang ikut mencatat dan memantau produksi minyak. Disamping itu, Komisi B DPRD bisa ikut sebagai peninjau dalam, penghitungan yang dilakukan tiga bulan sekali. Namun, lanjutnya, dua usulan tersebut tidak mendapatkan persetujuan BP Migas."Karena dilarang, DPRD juga tidak tahu, perolehan dana bagi hasil minyak sudah benar atau tidak," kata Budi Irawanto, menegaskan. Baik Chisbullah Huda dan Budi Irawanto, tetap meragukan dana bagi hasil minyak yang sudah diperoleh Bojonegoro, baik untuk 2010 yang besarnya mencapai Rp169 miliar, juga pada tahun 2009 sekitar Rp39 miliar, merupakan nilai sesungguhnya. "Kalau saya cenderung tidak percaya dengan perolehan itu, seharusnya perolehannya lebih dari itu," kata mereka, menegaskan.